Bawang Merah Bawang Putih (Modern Version) - last chapter
Sebulan kemudian pada
malam hari, pesta lamaran dan pertunangan Anya dan Refan diselenggarakan di aula
hotel yang mewah. Di kamar hotel, Anya yang telah fitting gaun tunangan
didandani oleh teman Kak Nadia yang bekerja sebagai freelance make up artist. Di sisi lain, keluarga Anya dan Refan
terutama Tante Meira dan Sisil dan beserta tamu undangan semuanya hadir di
pesta pertunangan Anya dan Refan.
“Duh, Anya kamu dimana
sih?” tanya Refan yang mengenakan pakaian formal memandang jam tangannya.
Tiba-tiba, Anya yang
wajahnya full make up, rambut yang ditata dengan aksesoris rambut berwarna
perak, dan gaun tunangan berwarna putih masuk ke tempat pertunangan didampingi
oleh Kak Nadia. Refan pun kagum dengan penampilan Anya membuat Tante Meira dan
Sisil iri.
“Anya, akhirnya ketemu juga!” seru Refan.
Acara pertunangan sudah
dimulai, Refan mendekati dan menatap Anya. Acara ini dimulai dengan lamaran.
Sebelum melamar Anya, Refan membaca puisi cinta untuk Anya membuat Sisil terbakar
api cemburu. Setelah membaca puisi cinta dan janji suci untuk Anya, Refan
mengeluarkan kotak cincin dari saku jasnya, lalu ia berlutut untuk melamar Anya.
Dan Sisil mencoba untuk membatalkan pertunangan Anya dan Refan.
“Anya, maukah kamu
menikah denganku selamanya?” tanya Refan sambil membuka cincin untuk Anya.
“Tunggu!!!” teriak
Sisil sembari memberhentikan lamaran Anya dan Refan.
“Ini si perusak
hubungan orang mau ngapain sih? Mau mengagalkan tunangan Anya dan Refan kali
ya.” pekik Kak Nadia.
“Anya, jangan
sekali-sekali dekat sama bebep Refan, dan aku tuh masih sayang banget sama dia.”
Sisil merasa kecewa terhadap lamaran Anya dan Refan.
“Sisil, jangan gangguin
Refan ya, dia itu mau pasang cincin ke Anya. Mendingan kamu pergi aja yah dari
sini, kalau enggak pergi dari sini, aku laporin polisi nih!” Kak Nadia menarik tangan
gadis yang mengenakan gaun merah dan menasihatinya.
“Uuuuh, sebel! Awas
kamu ya!” Sisil meninggalkan pesta tunangan Anya dan Refan disusul oleh Tante
Meira. Tamu undangan pun menyoraki Sisil.
“Gimana, kak?” tanya
Anya grogi.
“Tenang, Nya! Aku udah
usir si Sisil, biar enggak diganggu lagi pas lagi lamaran.” Jawab Kak Nadia
santai.
“Nya, mau lanjut gak
nih lamarannya?” tanya Refan pada Anya.
“Iya mau lah.” Jawab Anya
setuju.
Akhirnya, Refan
mengulang untuk melamar Anya, Refan berlutut dan membuka cincin untuk Anya
sambil mengucapkan kalimat yang sama seperti tadi.”
“Iya, aku akan menikah
denganmu!” seru Anya sumringah.
Refan pun semakin
sumringah karena lamarannya diterima oleh Anya. Refan memasangkan cincin ke
jari manis Anya dan ia memasang cincinnya. Mereka pun memamerkan cincin
tunangannya di depan jepretan kamera.
“Alhamdulillah!!! Anya
udah tunangan!!!” seru Kak Nadia.
000
Di sisi lain, Sisil menangis
di kamar hotel karena pujaan hatinya telah bertunangan dengan sepupunya, Kak
Nadia yang membawa bingkisan masuk ke kamar hotel yang disewa oleh Sisil dan
ibu kandungnya. Kak Nadia menghibur Sisil sambil menerima bingkisan untuknya.
“Sil, hari ini kan kamu
ulang tahun nih, ini ada hadiah untukmu, anggap aja hadiah dari Refan.” Kata Kak
Nadia sambil mengasihi bingkisan kepada Sisil.
“Hah? Beneran? Makasih
ya, Kak! Tumben Kak Nadia baik.” Sisil pun sumringah menerima bingkisan dari
Kak Nadia.
Kak Nadia meninggalkan
Sisil dan keluar dari kamar yang disewa oleh Sisil. Kak Nadia mengintip Sisil
yang tengah membuka bingkisan dari Kak Nadia, tiba-tiba isi dari bingkisan
pemberian Kak Nadia adalah hewan yang menjijikan sehingga Sisil berteriak ketakutan.
“Makanya, jangan
ngerusak hubungan orang! Kena batunya kan sekarang! Dasar penakut!” Kak Nadia
tertawa jahat dan meninggalkan kamar hotel itu.
“Sisil, kenapa kamu
ketakutan sih malam-malam?” tanya Tante Meira sembari masuk ke kamar hotelnya.
“Ma, tadi Sisil dikasih
kado sama Kak Nadia. Pas Sisil buka, ada kecoa, cicak, dan sebagainya, Sisil
tuh takut sama hewan gituan!” jawab Sisil meringis ketakutan.
“Mana hadiahnya, Sil?
Sini mama lihat.”
Sisil mengambil
hadiahnya dan Tante Meira menyerahkan hadiah Sisil. Saat Tante Meira membuka
hadiahnya Sisil, ia juga berteriak ketakutan sama seperti Sisil. Alhasil mereka
pun kena batunya karena setiap hari mereka menyiksa Anya.
000
Sebulan kemudian, Anya
dan Refan resmi menikah. Mereka menikah di taman serbaguna yang berkonsep serba
putih. Pengunjung pesta pernikahan mereka berangsur banyak. Di tengah-tengah
acara pernikahan, ada sepasang ibu dan anak yang mengenakan baju biasa datang
ke acara pernikahan Anya dan Refan.
“Itu tamu gak diundang
ngapain kesini sih?” pekik Kak Nadia jengkel.
“Kok kayak Tante Meira
dan Sisil yah?” pekik Anya.
“Anya, selamat yah kamu
udah menikah sama Refan. Sebelumnya, maafin aku ya, tiap hari aku sering banget
nyiksa kamu.” Sisil meminta maaf kepada Anya yang mengenakan gaun pengantin
berwarna putih.
“Iya, aku maafin kok,
Sil. Kok kamu agak berbeda yah?” Anya telah memaafkan Sisil dan ia kaget dengan
sepupunya yang sekarang.
“Usaha mamaku udah
bangkrut, dan mamaku udah cerai sekarang.”
“Oh, syukurlah.”
“Akhirnya Sisil udah
move on dari Refan dan jatuh miskin!” seru Kak Nadia sembari meledek Sisil.
“Kak Nadia! Jangan
ngomong gitu! Nanti Sisil marah loh!” sahut Anya sambil membela Kak Nadia.
“I..iya, maafkan.”
Akhirnya, Anya dan
Refan berbahagia selamanya sampai tua nanti.
Komentar
Posting Komentar