Bawang Merah Bawang Putih (Modern Version) - chapter 1

Di sekitar lingkungan tempat pemakaman umum, ada beberapa orang yang melayat kepada dua jenazah yang telah dikubur di dalam liang lahat dan ditaburi banyak kelopak bunga. Di tengah-tengah orang yang sedang melayat, ada dua kakak adik yang berusia dua puluh tahunan yang tengah menangis di samping kuburan kedua orang tuanya. Kedua kakak adik tersebut yang menangis di samping kuburan itu bernama Anya dan Kak Nadia. Orangtuanya baru saja meninggal dunia karena kecelakaan lalu lintas.

“Kakak, kakak, sekarang aku enggak punya siapa-siapa lagi...” Anya yang penuh dengan tangis sembari memeluk Kak Nadia.

“Tenang, Nya. Kan ada kakak kok.” Kak Nadia merangkul bahu Anya yang sambil memegang papan kuburan.

“Terus, kita tinggal sama siapa kalo Mama dan Papa sudah meninggal?”

“Kita tinggal di rumah Tante Meira aja yah.”

“Jangan ah, Tante Meira galak! Anaknya juga galak!”

“Enggak apa-apa, Anya. Kita nikmatin aja yah di rumah Tante Meira, tapi kamu jangan nakal ya.”

“Iya, kak. Aku setuju.”

Setelah melayat, Anya dan Kak Nadia yang berbusana serba hitam meninggalkan tempat pemakaman umum.



000



Beberapa bulan kemudian setelah orangtua mereka meninggal, Anya dan Kak Nadia turun dari mobil peninggalan orangtua menuju ke rumah mewah yang ditempati oleh tantenya. Di luar rumah mewah itu, gadis cantik berbaju merah yang bernama Sisil kaget memandang saudara sepupunya yang terlihat sedikit ‘kampungan’. Sebenarnya mereka adalah anak orang kaya seperti Sisil.

“Mama! Ada tamu di luar!” teriak Sisil sambil memanggil ibundanya.

Ibunda Sisil yang bernama Tante Meira keluar dari rumahnya sambil bertemu dengan kedua keponakannya dengan agak sinis, Anya dan Kak Nadia masuk ke dalam rumah Tante Meira.

“Nadia, Anya, orangtua kamu kemana?” tanya Tante Meira kepada Anya dan Kak Nadia.

“Orangtua kita sudah meninggal, Tante.” Jawab Anya lembut.

“Dan kita sedih karena orang tua kita telah tiada.” Sambung Kak Nadia.

“Ya ampun, adikku, ternyata sudah meninggal dunia. Jadi kalian bunuh adik saya ya?!!” Tante Meira menuduh Anya dan Kak Nadia.

“Hayo, ngaku aja. Pasti kalian kan yang ngebunuh Om aku!” sambung Sisil juga menuduh Anya dan Kak Nadia.

“Ih, kita kan enggak pernah bunuh Papaku.” Anya menggoyangkan kedua telapak tangannya.

“Jangan nuduh kita deh, Papa kita meninggal karena kecelakaan, mungkin Tante Meira dan Sisil enggak tau kali ya?” celetuk Kak Nadia.

“Ih, kita mah gak tau! Iya kan mah?” seru Sisil sambil memandang Tante Meira, Tante Meira mengangguk setuju.

“Udahlah, itu obrolan gak penting. Nya, kita cari kamar yuk.” Kak Nadia mengajak Anya untuk mencari kamar baru mereka.

“Yuk ah.” Anya menenteng tas mereka yang berat menuju ke kamar baru mereka.



000



Sampai di kamar baru, Anya dan Kak Nadia terkagum-kagum dengan isi kamar mereka. Anya dan Kak Nadia menaruh tas dan kopernya di atas lantai. Mereka berdua bersantai ria di kamar barunya. Tiba-tiba, Sisil melihat Anya dan Kak Nadia di kamarnya. Ternyata kamar baru yang ditempati Anya dan Kak Nadia adalah kamar Sisil.

“Hei, kalian ngapain ke kamar aku?!!” tanya Sisil berteriak.

“Sil, aku dan kakakku pengen banget punya kamar sebagus ini.” Jawab Anya membujuk.

“Enak aja! Ini kamarku tau! Kalian mau nyari kamar? Sini ikut aku.”

Sisil mengajak Anya dan Kak Nadia untuk mencari kamar yang cocok untuk sepupunya. Tiba di kamar yang dekat dengan kamar Sisil, Anya dan Kak Nadia masuk ke kamar barunya yang sebelumnya adalah kamar pembantu rumah tangga keluarga Tante Meira.

“Lho kok, kamarnya jelek sih?” tanya Anya sedikit protes.

“Nih kamar yang cocok buat kalian. Tapi, jangan tidur di kamarku! Mengerti?!” perintah Sisil sambil meninggalkan kamar yang baru ditempati oleh Anya dan Kak Nadia.

“Tenang, Nya. Nanti kita dekorasi kamar kita ya, supaya kamar kita lebih bagus daripada kamarnya Sisil.” sahut Kak Nadia sambil menepuk bahu Anya yang murung.

“Iya, gapapa. Aku gak suka kamar ini, soalnya kamarnya jelek banget, kata orang-orang kamarnya kampungan banget. Itu kan kamar pembantu.” Anya pun kecewa dengan kejadian tadi.

“Sekalian aja bawa barang-barang kita aja dari rumah kita. Orang kita dikasih warisan kok sama orangtua kita.”

“Terus yang ngejagain rumah kita siapa?”

“Kita bawa barang-barang peninggalan orangtua kita ke rumah nenek dan sisanya buat kita aja. Dan aku akan kasih barang-barang bekasnya ke anak yatim. Dan juga aku pengen jual rumah kita demi uang masuk kuliah kamu.”

“Yaudah, silahkan aja. Asalkan duitnya jangan diambil sama Tante Meira dan Sisil. Mereka kan tergila-gila dengan uang.”

“Iya, gimana nanti aja.”

Anya dan Kak Nadia langsung berbenah-benah di kamar barunya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kamus Bergambar

Foto-Foto J-Rocks di Majalah Teen

Cergam Paman Kikuk, Husin, dan Asta Yang Paling Lucu