Bawang Merah Bawang Putih (Modern Version) - chapter 3

Selang beberapa tahun kemudian, jam kedua mata kuliah ditiadakan karena dosennya sakit. Sisil dan teman-temannya yang bernama Geng Merah makan sambil mengobrol di kantin kampus yang dipenuhi sebagian mahasiswa yang merokok. Setelah menghabiskan makanannya bersama teman-temannya, Sisil mencoba memanggil Anya.
“Anya, Anya, kamu dimana?” teriak Sisil bangkit dan berjalan memanggil sepupunya.
“Sil, kamu nyari siapa sih?” tanya Zoya, teman Sisil.
“Ada deh.”
Anya baru keluar dari kelas, Sisil terkejut dan langsung menarik tangan Anya untuk pergi ke kantin. Sampai di kantin, Sisil menyuruh Anya untuk membereskan piring-piring dan gelas-gelas bekas Geng Merah.
“Anya, tolong beresin piring-piring dan gelas-gelas bekas kita! Kalo enggak beresin, kamu bakal di-DO di kampus ini.” Perintah Sisil pada Anya yang ingin melanjutkan jam mata kuliah selanjutnya.
“Hei, santai dong mbak! Ini aku mau beresin.” Jawab Anya lantang.
“Jangan banyak cingcong deh kamu! Bersihin sekarang!”
“Baik nyonya.”
Anya memberes-bereskan piring-piring dan gelas-gelas di atas meja kantin yang ditempati oleh Geng Merah yang beranggotakan Sisil, Zoya, dan Tiana. Geng Merah serius memandang Anya yang membersihkan meja kantin yang ditempati oleh Sisil.
“Sil, ini teman kamu ya?” tanya Zoya berbisik.
“Bukan, dia itu anak pembantu.” Jawab Sisil dengan sinis.
“Sisil, kamu tega banget ya ngatain aku anak pembantu! Kalau kamu ngatain aku anak pembantu, aku akan lapor ke Kak Nadia.” Sahut Anya penuh kekecewaan.
Anya pun kesal dengan perkataan Sisil tadi sehingga ia kabur dari kantin kelas untuk menuju ke kelas. Sisil tersentak kaget karena meja kantinnya belum semuanya rapi.
“Hei, Anya, kamu mau kemana? Piring-piring dan sampahnya belum beres semua nih.” Teriak Sisil sambil memandang Anya yang sedang kabur dari kantin. “Yah, malah kabur nih anak.”

000

Setelah kabur dari kantin, Anya masuk ke dalam toilet siswi sambil memandang wastafel dengan wajah yang menangis. Tiba-tiba, gadis berkacamata bernama Tanti masuk ke toilet siswi sambil menemui Anya yang sedang menangis tersedu-sedu.
“Anya, kamu kenapa? Kok kamu nangis sih? Kan kamu udah 21 tahun loh.” Tanya Tanti sambil menghibur Anya.
“Tan, aku tuh kecewa banget ada cewek yang ngatain aku anak pembantu di kampus ini.” Jawab Anya sambil memeluk Tanti, lalu Tanti melepas pelukan Anya.
“Yang sabar ya, Nya. Siapa yang ngatain kamu anak pembantu? Sisil?”
“Iya, dia itu sepupuku.”
“Jadi, Sisil itu sepupu kamu?”
Anya mengangguk kepalanya.
Setelah keluar dari toilet siswi, Anya dan Tanti masuk kelas. Refan kaget karena mata indah Anya sembab karena ia menangis di toilet siswi gara-gara Sisil.
“Nya, mata kamu kok sembab banget sih?” tanya Refan sambil melihat Anya yang duduk di bangku dekat Refan.
“Aku sedih banget, Fan. Masak Sisil ngatain aku anak pembantu sih?” jawab Anya dengan nada protes.
“Kamu tau gak sih, kamu itu bukan pembantu loh.”
“Iya, aku kan bukan pembantu, aku kan mahasiswa.”
“Oh, nanti pulang kampus mau ngajak aku ke cafe gak?”
“Wah, aku mau ikut, sekalian aku ajak kakakku!”

000

Sepulang kampus, Anya dan Refan bersiap-siap untuk pergi ke cafe untuk meminum minuman yang segar. Anya sedang chatting dengan Kak Nadia yang masih di kantornya.
‘Anya : Kak Nadia, mau ikut ke cafe gak, sama Refan?’
“Nya, kamu chatting sama siapa?” tanya Refan pada Anya yang asyik bermain ponselnya.
“Aku lagi chatting sama kakakku.” Jawab Anya yang tengah bermain ponselnya.
“Nama kakak kamu siapa sih? Aku belum kenalan sama dia.”
“Nanti aja ya, kenalannya pas nyampe cafe aja yah.”
Sampai di cafe yang jaraknya 500 meter dari kampus, Anya, Refan dan Kak Nadia masuk ke cafe itu dan mencari bangku cafe untuk duduk. Kak Nadia mengambil sebuah majalah di bawah kolong meja cafe. Refan memesan minuman untuk mereka bertiga kepada pelayan cafe.
“Nya, itu cewek yang baca majalah di sebelah kamu siapa sih? Kakak kamu?” Tanya Refan sambil menatap Kak Nadia dengan serius.
“Iya, itu kakakku, namanya Kak Nadia.” Jawab Anya sambil bermain ponsel.
“Dek, kok kamu serius ngeliat aku? Belum kenalan ya sama aku?” tanya Kak Nadia pada Refan.
“Eh, iya. Kenalin, namaku Refan.” Refan menjabat tangan Kak Nadia.
“Namaku Nadia, kamu panggil aku Kak Nadia aja, kan aku lebih tua darimu.” Kak Nadia membalas jabatan tangan Refan.
“Umur kakak berapa sih?”
“Umur aku 24 tahun.”
“Waduh, 24 tahun. Kalau umur aku sih 21 tahun, sebaya sama Anya.”
 “Udah beda tiga tahun dong umur kamu sama Kak Nadia.” Anya mengikuti pembicaraan Refan dan Kak Nadia.
“Anya, aku ada rencana yang bagus.” Sahut Refan yang mempunyai ide yang cemerlang.
“Ada apa?” Anya ingin tahu.
“Dua bulan lagi, kita mau tunangan.”
“Hah? Tunangan? Kalo aku sama kamu tunangan, takut gak dibolehin sama Tante Meira dan Sisil, dan Sisil masih suka sama kamu.”
“Tenang aja Nya, kan ada aku. Kalo Tante Meira dan Sisil datang buat ngehancurin pesta pertunangan kalian, aku akan panggil polisi untuk tangkap mereka!” usul Kak Nadia dengan lantang.
“Ha! Aku setuju banget dengan usulan Kak Nadia! Tapi, di pesta tunangan kita, jangan ada perusak hubungan kita kayak Sisil.” Seru Refan sambil menatap Anya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kamus Bergambar

Foto-Foto J-Rocks di Majalah Teen

Cergam Paman Kikuk, Husin, dan Asta Yang Paling Lucu